Taliwang, – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng), menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) sebagai upaya dalam membentuk Satuan Tugas (Satgas) deradikalisasi dan kontra terorisme. Acara yang dilaksanakan di ruang rapat utama kantor Gubernur NTB juga dihadiri Bupati Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Dr Ir H W Musyafirin MM.
Rakor yang dipimpin Deputi V Kementerian Koordinator Politik Hukum dan HAM (Kemenkopolhukam) Carlo B. Tewu dan Sekretaris Utama (Sestama) Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT), Mayjen TNI R. Gautama Wiranegara juga dihadiri Wakil Gubernur NTB, Moh Amin SH, Msi, perwakilan Menko Bidang Perekonomian, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Kementerian Sosial, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan dan BNPT. Kemudian Kepala BIN NTB, Dandim 1608/Bima, Ketua MUI NTB, hadir Kapolda Sulteng, Kapolres Poso dan Dandim Poso.
Deputi V Kemenkopolhukam, Carlo B. Tewu mengatakan, rapat ini untuk menjaring masukan metode yang tepat dalam upaya deradikalisasi dan kontra terorisme dari pimpinan daerah, aparat keamanan dan unsur lainnya di Provinsi NTB dan Sulteng. Tujuannya, untuk membuat kegiatan strategis dan terintegritas dalam upaya menekan gerakan radikalisme dan terorisme dengan pendekatan keagamaan, pendidikan, sosial dan agama, karena penegakan hukum kerap dilakukan.
Namun masih saja belum berhasil menekan gerakan radikalisme dan terorisme. Upaya ini dilaksanakan dengan pembentukan Satgas deradikalisasi dan kontra terorisme di NTB dan Sulteng. Untuk pertama kalinya, Kemenkopolhukam dan BNPT memilih Provinsi NTB dan Sulteng . Jika berhasil, maka akan diterapkan di Provinsi lainnya yang memiliki jaringan radikal dan terorisme. ”Teroris sudah ditangani, tetapi mereka meninggalkan istri, anak, kemudian mereka menjadi mantan narapidana bergerak lagi dengan jaringannya. Nah jaringan radikal yang ada ini yang kita ingin tekan agar tidak berkembang lagi,” katanya.
H Pirin sapaan akrab Bupati KSB pada kesempatan itu mengatakan, upaya yang harus dilakukan terhadap deradikalisasi adalah dengan menyentuh pemahaman dan kesadarannya, karena telah tertanam dan susah sekali dilawan. Pemahaman ini pun kemudian menjadi energi kuat bagi mereka untuk melakukan kegiatan radikalisme dan terorisme. “Kami sudah melaksanakan upaya tersebut dan diyakini sangat berhasil,” katanya.
Lanjut H Pirin, cara seperti itulah yang sebaiknya dilakukan. Pondok pesantren atau kelompok keagamaan yang termasuk dalam gerakan radikalisme dipukul ulu hatinya oleh pemahaman yang benar dari ahli agama. Sebab, jika dinasehati yang tidak ahli agama, mereka lebih paham agama untuk mendoktrin dan merubah pemahaman mereka. Di KSB ada ponpes yang kurikulumnya amburadul sesuka mereka. Bahkan mereka juga menolak untuk menerima bantuan dari pemerintah daerah. Padahal Pemerintah KSB menyiapkan dana bantuan sosial untuk setiap pondok pesantren masing-masing senilai Rp. 1 Miliar. “KSB juga kantong organisasi yang pemimpin wilayah timur Indonesia ada di Sumbawa Barat. Kami bersama Kominda, agen PDPGR, Babinsa dan Bhabinkamtibmas terus melakukan deteksi dini dan kami evaluasi setiap minggu di forum malam yasinan,” terangnya.
Bupati juga mengusulkan, kata Satgas dalam pembentukan kelompok kerja menekan radikalisme dan terorisme ini diubah agar tidak terkesan keras. Kata Satgas tidak ubahnya seperti Densus. Saat ditanya Carlo B. Tewu, apakah pemerintah daerah bisa menyiapkan anggaran untuk deradikalisme dan kontra terorisme ini, tetapi tetap berpegang dalam peraturan dalam hal penyusunan anggaran. Bupati menjawab kenapa tidak. Dijelaskan Bupati, selama hal itu penting dan berpengaruh terhadap sendi kehidupan berbangsa dan bernegara tentu sangat bisa, tinggal komitmen kepala daerah yang menentukan.
Selaku koordinator dalam penanganan terorisme di Indonesia Sestama BNPT, Mayjen TNI R. Gautama Wiranegara mengatakan, masukan dari pimpinan daerah, aparat kemanan dan pihak terkait lainnya ini sangat penting. Nantinya, rapat lanjutan akan dilaksanakan di BNPT. Namun dirinya meluruskan, jika nama Satgas dalam Satgas Deradikalisasi dan Kontra Terorisme di Provinsi NTB dan Sulteng ini hanya berada pada tataran tinggi. Implementasi di lapangan, nama kelompok kerjanya sesuai nama bidang yang ada dalam struktur keanggotaan Satgas. “Rapat ini sangat penting, kita lanjutkan nanti di BNPT sebelum masukan dan saran serta struktur yang tepat dari Satgas ini kita serahkan ke Menkopolhukam,” jelasnya. **/Hms