Taliwang, – Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2017 dari pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), kembali mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB. Penerimaan predikat sekaligus penerimaan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dilaksanakan pada pekan kemarin di Aula Kantor BPK Perwakilan NTB dan diterima langsung oleh Bupati KSB, Dr Ir H W Musyafirin MM.
H Pirin sapaan akrab Bupati KSB saat memberikan sambutan mewakili Bupati/Walikota untuk wilayah Nusa Tenggara Barat (NTB) menuturkan, setiap tahun BPK melaksanakan pemeriksaan. Hasilnya bukanlah merupakan tujuan. Pasalnya, opini BPK memang keharusan yang diberikan kepada pemerintah daerah atas LKPD. Yang lebih penting dari pemeriksaan BPK adalah bagaimana memperbaiki integritas penyelenggara negara menjadi semakin baik. “Berkat kesungguhan selama tujuh tahun berjuang, Sumbawa Barat telah empat tahun berturut-turut meraih opini WTP. Selain pemeriksaan, ada pula pembinaan yang banyak memberikan perubahan ke arah yang lebih baik,” katanya.
Sementara Dra Hj Ni Wayan Sri Priyatni selaku ketua DPRD Kabupaten Lombok Utara (Lotara) yang mewakili pihak legislatif se-NTB menyampaikan ucapan terima kasih kepada BPK Perwakilan Provinsi NTB yang selama dua bulan lebih bekerja keras sehingga Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTB bisa menerima hasilnya. “Kami dari Lotara mendapat penghargaan WTP yang keempat kalinya, sejak tahun 2015. Tetapi, kita tak boleh terlena dengan apa yang diperoleh, mesti terus berjuang bagaimana mempertahankan penghargaan tersebut, dan melaksanakan pemerintahan untuk kesejahteraan masyarakat,” tuturnya.
H Wahyu Priyono MM selaku kepala BPK Perwakilan NTB mengatakan, BPK melaksanakan tiga jenis pemeriksaan atas LKPD yaitu, pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan investasi. Pemeriksaan yang detail untuk mendapat hasil akurat sangat penting dilaksanakan. Pasalnya, daerah yang mendapat opini WTP pun tidak jarang ditemukan dugaan kebocoran kas negara.
Diccontohkan juga, pajak yang sudah dipungut namun tidak disetorkan kas negara. Contoh lain adalah anggaran perjalanan dinas yang kerap dimarkup. Penyelesaian pekerjaan fisik yang lamban. Belanja bahan bakar kendaraan dinas yang besar, dan contoh kasus lainnya. Bahkan ada sejumlah belanja yang tidak sesuai dengan UU. “Berbagai masalah itu bisa mempengaruhi opini keuangan pemerintah daerah. Akan tetapi ada itikad baik untuk memperbaiki kerugian daerah. Hal itu sangat dipahami oleh seluruh pemerintah, sehingga 10 kabupaten/kota mendapat predikat yang sama,” tegasnya. **/Humas