Taliwang, – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengharapkan penetapan penanganan sampah menjadi urusan pokok, mengingat persoalan penanganan sampah tidak kalah penting dari urusan pendidikan, kesehatan dan infrastuktur. “Penanganan sampah bukan lagi urusan pilihan, tetapi urusan pokok,” kata Deddy Damhudy M Khatim, SP, MSi selaku kabid Kebersihan pada DLH KSB.
Jika Pemerintah KSB memposisikan penanganan sampah sebagai urusan pokok, maka akan ditindaklanjuti dengan penyiapan anggaran yang cukup besar, mengingat kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang yang cukup banyak, seperti kebutuhan kendaraan roda tiga jenis tosa, dimana sekarang ini DLH baru memiliki 28 unit sementara yang dibutuhkan minimal 56 unit, belum lagi kendaraan besar untuk pengangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Masih pengakuan Deddy Damhudi, keberpihakan anggaran sangat diharapkan dalam mempercepat capaian KSB bebas sampah, namun keterbatasan sarana dan prasarana sekarang ini bukan alasan bagi DLH untuk tidak bekerja maksimal, sehingga terus mendorong tingkat partisipasi masyarakat dalam membantu menangani masalah sampah.
Dikesempatan itu Deddy Damhudi menuturkan, salah satu indikasi pembuktian keberhasilan dalam penanganan sampah, jika setiap waktu jumlah sampah semakin sedikit saat akan dilakukan pengangkutan menuju TPA, namun sekarang ini belum bisa dicapai secara maksimal. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting, terutama kesadaran masyarakat untuk memaknai pentingnya membuang sampah pada tempatnya, termasuk memanfaatkan sampah untuk didaur ulang.
Disampaikan juga, Kementrian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) memang bersinergi dengan pemerintah setempat untuk program membangun TPS 3R disekitar desa. Program itu untuk mengurangi volume sampah yang masuk ke TPA dengan cara pemilihan sampah pada tingkat rumah tangga dengan menyortir sampah organik, an-organik dan B3. Selanjutnya sampah-sampah tersebut akan dimanfaatkan sesuai jenisnya, seperti untuk sampah organik akan dijadikan pupuk organik sementara sampah anorganik akan dimanfaatkan untuk kerajinan.
Untuk mendapatkan program tersebut, pihak Desa diminta untuk menyiapkan lahan minimal 5 are dan harus dalam bentuk Surat Keputusan (SK) sebagai tempat untuk membangun TPS 3R, lalu harus ada long list dan sudah ada kelompok masyarakat yang peduli dan mengelola sampah. Jika syarat dimaksud bisa dipenuhi sesuai hasil verifikasi tim, DLH akan mengusulkan pada kementrian PUPR agar dibangun TPS 3R beserta peralatannya. “Pemerintah setempat hanya akan menyiapkan dana pendampingan operasional,” bebernya.
Terakhir Deddy Damhudi menegaskan jika DLH sekarang ini memiliki tag line “Mari olah sampah agar menjadi berkah, dengan mengolah sampah bukan masalah dan bukan musibah. **