Taliwang, – Forum Pelayanan Setara Inklusif Andalan (Yasinan), yang dilaksanakan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) setiap Malam Jum’at, merupakan salah satu kegiatan dalam pemantauan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal itu dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada unsur politik.
“Memang Forum Yasinan adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan pemerintah KSB, jadi bisa dikatakan bukan sebagai ajang atau sarana politik, namun hal itu bisa saja terjadi seiring Bupati dan Wakil Bupati KSB yang menjabat sekarang ini, bakal kembali menjadi kandidat kepala daerah untuk periode 2020 mendatang,” kata Gufran S.Pdi selaku komisioner Bawaslu KSB yang mengkoordinir Pengawasan dan Hubungan antar Lembaga.
Disampaikan Gufran, saat ini Bawaslu belum melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap aktifitas Forum Yasinan, lantaran Dr Ir H W Musyafirin MM dan Fud Syaifuddin, ST selaku Bupati dan Wakil Bupati KSB, belum tercatat sebagai bakal calon Bupati dan Wakil Bupati untuk periode 2020-2025. “Selama belum ditetapkan sebagai pasangan calon (Paslon), maka aktifitas yang dilakukan belum dalam pemantauan dan pengawasan Bawaslu,” lanjutnya.
Soal aktifitas Forum Yasinan bisa dilaksanakan setelah ditetapkan sebagai Paslon, Gufran mengaku bahwa hal itu belum bisa ditetapkan sekarang ini, lantaran masih harus menunggu regulasi terhadap status Bupati dan Wakil Bupati KSB. “Forum Yasinan bisa saja tetap dilaksanakan oleh pemerintah KSB, namun dilokasi tidak boleh ada atribut atau yel-yel yang menunjukan dukungan pada salah satu paslon,” katanya.
Hal penting yang disampaikan Gufran, jika Bawaslu akan melakukan pemantauan dan pengawasan secara ketat terhadap aktifitas Paslon, termasuk Paslon yang berstatus sebagai petahana, karena memang cukup rentan terjadi pelanggaran yang tidak disadari. “Kami yakin calon petahana akan lebih hati-hati dan menghindari pelanggaran atas regulasi dan larangan bagi Paslon itu sendiri,” timpalnya.
Gufran mengingatkan beberapa hal yang menjadi larangan bagi calon petahana, diantaranya, tidak boleh melakukan penggantian pejabat itu sudah diatur dalam UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Pasal 71 UU No 10/2016 disebutkan bahwa gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan, kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Incumbent juga dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih. “Jika petahana melanggar ketentuan tersebut dapat dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU KSB,” ancamnya. **