ZULKARNAEN
MAHASISWA PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN INOVASI
PASCASARJANA UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA (UTS)
Email : munaya2009@gmail.com
No HP/WA : 082339391210
Permasalahan stunting (gagal tumbuh atau kerdil) di Indonesia masih menjadi tantangan besar bersama. Menurut data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, angka kejadian stunting di Indonesia mencapai 30,8%. Walaupun sudah menurun dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sekitar 37,2%, angka tersebut masih tergolong tinggi karena masih berada di atas ambang maksimal dari WHO yaitu sebesar 20%.
Angka ini tentunya sangat mengkhawatirkan, mengingat sumber daya paling berharga bagi suatu negara adalah sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Masa depan bangsa kita berada di tangan 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019). Maka, dapat kita bayangkan pentingnya pemenuhan hak anak kita saat ini demi kualitas sumber daya di masa depan.
Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo menginstruksikan bahwa pembangunan SDM, termasuk anak merupakan fokus pembangunan pada 2024. Oleh karena itu, menjadi kewajiban seluruh pihak untuk memperhatikan tumbuh kembang anak, mulai sejak dalam kandungan, bayi, sampai mereka memasuki masa emas.
Kata stunting itu sendiri bagi orang awam terkesan asing. Mungkin bagi kita pun juga demikian. Sebenarnya apa sih stunting itu? Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. Stunting dimulai dalam kandungan dan baru terlihat saat anak berusia dua tahun. Stunting merupakan kondisi dimana anak mengalami gangguan pertumbuhan sehingga menyebabkan lebih pendek ketimbang teman-teman seusianya. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak, pengertian pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Balita pendek (stunting) dapat diketahui bila seorang balita sudah diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya berada dibawah normal. Balita pendek adalah balita dengan status gizi yang berdasarkan panjang atau tinggi badan menurut umurnya bila dibandingkan dengan standar baku WHO-MGRS (Multicentre Growth Reference Study) tahun 2005, nilai Z score nya kurang dari -2SD dan dikategorikan sangat pendek jika nilai z-scorenya kurang dari -3S.
Dr. Dian Novita Chandra, M. Gizi, staf pengajar dari Departemen Ilmu Gizi FKUI mengatakan bahwa Stunting merupakan suatu kondisi pertumbuhan tinggi badan anak yang terhambat atau perawakan pendek yang merupakan manifestasi kronis dari kekurangan gizi atau mengalami kekurangan gizi dalam waktu yang cukup lama.sementara menurut dr. Inggriani Tobarasi, Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) akibat kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Sehingga, anak lebih pendek atau perawakan pendek dari anak normal seusianya dan memiliki keterlambatan dalam berpikir. Umumnya disebabkan asupan makan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Faktor lingkungan yang berperan dalam menyebabkan perawakan pendek antara lain status gizi ibu, tidak cukup protein dalam proporsi total asupan kalori, pola pemberian makan kepada anak, kebersihan lingkungan, dan angka kejadian infeksi di awal kehidupan seorang anak. Selain faktor lingkungan, juga dapat disebabkan oleh faktor genetik dan hormonal. Akan tetapi, sebagian besar perawakan pendek disebabkan oleh malnutrisi.
Jika gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, perkembangan otak yang tidak maksimal yang dapat mempengaruhi kemampuan mental dan belajar tidak maksimal, serta prestasi belajar yang buruk. Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis.
Untuk mencegah stunting , konsumsi protein sangat mempengaruhi pertambahan tinggi dan berat badan anak di atas 6 bulan. Anak yang mendapat asupan protein 15 persen dari total asupan kalori yang dibutuhkan terbukti memiliki badan lebih tinggi dibanding anak dengan asupan protein 7,5 persen dari total asupan kalori. Anak usia 6 sampai 12 bulan dianjurkan mengonsumsi protein harian sebanyak 1,2 g/kg berat badan. Sementara anak usia 1–3 tahun membutuhkan protein harian sebesar 1,05 g/kg berat badan.
Adapun beberapa faktor penyebab stunting yaitu akibat praktek pengasuhan yang kurang baik, masih terbatasnya layanan kesehatan, masih kurangnya akses keluarga terhadap makanan bergizi, kurangnya akses pada air bersih dan sanitasi. Untuk itu, seluruh pihak harus mengoptimalkan perbaikan gizi demi memastikan pemenuhan gizi seimbang bagi anak,”
Kondisi ini disebabkan oleh banyak aspek, mulai dari aspek pendidikan hingga ekonomi. Stunting sangat penting untuk dicegah. Hal ini disebabkan oleh dampak stunting yang sulit untuk diperbaiki dan dapat merugikan masa depan anak.
Menurut WHO Dampak yang ditimbulkan stunting dapat dibagi menjadi dua yaitu dampak jangka pendek dan jangka panjang.
- Dampak Jangka Pendek; a. Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian; b. Perkembangan kognitif, motorik, dan verbal pada anak tidak optimal; dan c. Peningkatan biaya kesehatan.
- Dampak Jangka Panjang; a. Postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih pendek dibandingkan pada umumnya); b. Meningkatnya risiko obesitas dan penyakit lainnya; c. Menurunnya kesehatan reproduksi; d. Kapasitas belajar dan performa yang kurang optimal saat masa sekolah; dan e. Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak optimal.
Ada banyak sekali hal-hal yang dapat memicu terjadinya gizi buruk. Berikut adalah penyebab gizi buruk pada ibu hamil dan bayi, faktor yang masih sering ditemui Menurut dr. Meva Nazera
- Pengetahuan ibu yang kurang memadai
Sejak di dalam kandungan, bayi sudah membutuhkan berbagai nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Untuk mencapai ini, ibu harus berada dalam keadaan sehat dan bergizi baik. Jika ibu tidak memiliki pengetahuan akan asupan nutrisi yang baik untuknya dan janin, hal ini akan sulit didapatkan.
Begitu pula setelah lahir, 1000 hari pertama kehiduan (0-2 tahun) adalah waktu yang sangat krusial untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pada masa ini, bayi membutuhkan ASI eksklusif selama 6 bulan dan tambahan makanan pendamping ASI (MPASI) yang berkualitas setelahnya. Oleh karena itu, ibu harus memiliki pengetahuan yang cukup mengenai gizi anak.
Faktor lainnya yang juga dapat memicu stunting adalah jika anak terlahir dengan kondisi sindrom alkohol janin (fetus alcohol syndrome). Kondisi ini disebabkan oleh konsumsi alkohol berlebihan saat hamil yang kemungkinan diawali ketidaktahuan ibu akan larangan terhadap hal ini.
- Infeksi berulang atau kronis
Tubuh mendapatkan energi dari asupan makanan. Penyakit infeksi berulang yang dialami sejak bayi menyebabkan tubuh anak selalu membutuhkan energi lebih untuk melawan penyakit. Jika kebutuhan ini tidak diimbangi dengan asupan yang cukup, anak akan mengalami kekurangan gizi dan akhirnya berujung dengan stunting.
Terjadinya infeksi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan ibu dalam cara menyiapkan makan untuk anak dan sanitasi di tempat tinggal.
- Sanitasi yang buruk
Sulitnya air bersih dan sanitasi yang buruk dapat menyebabkan stunting pada anak. Penggunaan air sumur yang tidak bersih untuk masak atau minum disertai kurangnya ketersediaan kakus merupakan penyebab terbanyak terjadinya infeksi. Kedua hal ini bisa meninggikan risiko anak berulang-ulang menderita diare dan infeksi cacing usus (cacingan).
- Terbatasnya layanan kesehatan
Kenyataannya, masih ada daerah tertinggal di Indonesia yang kekurangan layanan kesehatan. Padahal, selain untuk memberikan perawatan pada anak atau ibu hamil yang sakit, tenaga kesehatan juga dibutuhkan untuk memberi pengetahuan mengenai gizi untuk ibu hamil dan anak di masa awal kehidupannya.
Gizi kurang adalah kondisi berat badan anak tidak sesuai dengan umurnya, pada KMS berat badan anak berada di lajur kuning bawah. Gizi buruk adalah kondisi kurang gizi tingkat berat yang ditandai dengan berat badan di bawah garis merah dan sangat kurus.
Tanda dan gejala anak kurang gizi adalah:
- Tampak kurus.
- Rambut tampak kusam.
- Biasanya sering nangis atau rewel.
- Tidak gesit dan kurang ceria.
- Pada umumnya sering menderita diare
- Berat badannya pada KMS berada pada lajur kuning bawah atau berada di bawah garis merah.
- Berat badan tidak naik atau menurun tiap bulan.
- Odema terutama pada tungkai (kaki) atau muka.
Penyebab kekurangan gizi:
- Konsumsi makanan tidak sesuai kebutuhan dan ketidakseimbangan konsumsi energi dan protein.
- Menderita penyakit infeksi karena imunisasi tidak lengkap sehingga daya tahan menurun.
- Bayi tidak mendapat ASI eksklusif dan atau ASI tidak dilanjutkan sampai usia 2 tahun.
- Tidak mendapat MP ASI yang tepat dan baik.
- Berat badan bayi tidak dipantau secara teratur sehingga terlambat mendeteksi bahwa anak menderita kekurangan gizi.
Akibat kurang gizi:
- Pertumbuhan fisik dan perkembangan otak terhambat.
- Rentan terhadap penyakit infeksi.
- Daya adaptasi lingkungan rendah.
- Berisiko menderita penyakit tidak menular pada usia dewasa.
Pencegahan:
- Ibu saat hamil dalam kondisi sehat, tidak menderita KEK dan kurang darah.
- Pemantauan berat badan anak secara teratur di Posyandu.
- Menerapkan pesan yang diterima saat konseling ASI eksklusif dan MP ASI.
- Menambahkan zat gizi berupa tabur gizi yang dibubuhkan pada makanannya.
- Mendapat kapsul vitamin A setiap 6 bulan.
- Mendapat imunisasi dasar lengkap.
Penanggulangan:
- Pemeriksaan klinis di fasilitas kesehatan terdekat.
- Pemulihan gizi di Pusat Pemulihan Gizi ‘Therapeutic Feeding Center’
- Pemberian 1 kapsul vitamin A warna merah pada saat awal anak terdeteksi gizi kurang/gizi buruk dan selanjutnya mendapat 1 kapsul vitamin A setiap bulan Februari dan Agustus.
- Cek dalam KMS apakah sudah mendapat imunisasi dasar lengkap, jika belum, laporkan kepada petugas kesehatan
- Jika anak gizi kurang/gizi buruk telah dipulihkan kondisi gizinya, keluarga harus tetap memberikan makanan yang bergizi sehingga tidak jatuh kembali ke kondisi gizi buruk. Peran masyarakat sekitar untuk mendukung pemulihan gizi sangat penting.
Stunting pada anak dapat mempengaruhinya dari ia kecil hingga dewasa. Dalam jangka pendek, stunting pada anak menyebabkan terganggunya perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik. Sekilas, proporsi tubuh anak stunting mungkin terlihat normal. Namun, kenyataannya ia lebih pendek dari anak-anak seusianya.
Seiring dengan bertambahnya usia anak, stunting dapat menyebabkan berbagai macam masalah, di antaranya:
- Kecerdasan anak di bawah rata-rata sehingga prestasi belajarnya tidak bisa maksimal.
- Sistem imun tubuh anak tidak baik sehingga anak mudah sakit.
- Anak akan lebih tinggi berisiko menderita penyakit diabetes, penyakit jantung, stroke, dan kanker.
Dampak buruk stunting yang menghantui hingga usia tua membuat kondisi ini sangat penting untuk dicegah. Gizi yang baik dan tubuh yang sehat merupakan kunci dari pencegahan stunting. Berikut hal-hal yang harus diingat untuk mencegah stunting:
- Mengonsumsi makanan dengan kandungan nutrisi yang dibutuhkan selama hamil dan selama menyusui.
- Memberikan nutrisi yang baik kepada Si Kecil, seperti memberikan ASI eksklusif dan nutrisi penting lainnya seiring pertambahan usi
- Rutin memeriksakan kehamilan serta pertumbuhan dan perkembangan anak setelah lahir.
- Menerapkan pola hidup bersih dan sehat, terutama mencuci tangan sebelum makan, serta memiliki sanitasi yang bersih di lingkungan rumah.
Perkembangan stunting adalah proses yang lambat, kumulatif dan tidak berarti bahwa asupan makanan saat ini tidak memadai, Kegagalan pertumbuhan mungkin telah terjadi di masa lalu seorang. Selain itu, efek jangka panjang yang disebabkan oleh stunting dan kondisi lain terkait kurang gizi, acap kali dianggap sebagai salah satu faktor risiko diabetes, hipertensi, obesitas dan kematian akibat infeksi.
Selain faktor yang mempengaruhi kekurangan gizi terdapat juga gejala yang terjadi akibat stunting yaitu :
- Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
- Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
- Berat badan rendah untuk anak seusianya
- Pertumbuhan tulang tertunda
Menghindari terjadinya stunting memang memerlukan ketekunan dan usaha yang menyeluruh dari semua pihak. Ingat, tanggung jawab ini bukan hanya milik para ibu, melainkan milik seluruh anggota keluarga.
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita.
Adapun cara Pencegahan stunting untuk dapat dilakukan antara lain dengan cara
1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.
2..ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
3.Memantau pertumbuhan balita di posyandu.
4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.
Dampak stunting umumnya terjadi disebabkan kurangnya asupan nutrisi pada 1.000 hari pertama anak. Hitungan 1.000 hari di sini dimulai sejak janin sampai anak berusia 2 tahun. Jika pada rentang waktu ini, gizi tidak dicukupi dengan baik, dampak yang ditimbulkan memiliki efek jangka pendek dan efek jangka panjang.
Permasalahan stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru akan terlihat ketika anak sudah menginjak usia dua tahun. Awal kehamilan sampai anak berusia dua tahun (periode 1000 Hari Pertama Kehidupan) merupakan periode kritis terjadinya gangguan pertumbuhan, termasuk perawakan pendek. Gejala stunting pada anak diantaranya :
- Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya
- Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih muda/kecil untuk usianya
- Berat badan rendah untuk anak seusianya
Pertumbuhan tulang tertunda
Gejala stunting jangka pendek meliputi hambatan perkembangan, penurunan fungsi kekebalan, penurunan fungsi kognitif, dan gangguan sistem pembakaran, Sedangkan gejala jangka panjang meliputi obesitas, penurunan toleransi glukosa, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis. Oleh karena itu, upaya pencegahan baiknya dilakukan sedini mungkin. Agar dapat mencegah stunting demi masa depan anak bangsa kita.
Mungkin kita bertanya seberapa penting mecegah stunting, sehingga menyebabkan Kementrian Kesehatan merasa perlu berkampanye tentang pencegahan stunting. Masalah stunting dalam suatu negara ternyata kompleks. Stunting bisa menjadi gambaran indikator keberhasilan kesejahteraan, pendidikan dan pendapatan masyarakat. Dampaknya sangat luas sebut saja dampak terhadap ekonomi, kecerdasan, kualitas dan dimensi bangsa yang berefek pada masa depan anak. Menilik dari kondisinya, stunting merupakan gangguan pertumbuhan. Anak yang lebih pendek dari teman-teman seusianya, pertanda ada masalah pada pertumbuhannya. Anak stunting yang dialami anak dibawah usia dua tahun, harus segera ditangani segera dan tepat. Karena bila penanganan terlambat dan tidak tepat, stunting menjadi sulit dikembalikan ke semula atau normal.
faktor utama yang menyebabkan anak balita mengalami stunting adalah kekurangan gizi yang dimulai dari ibu hamil yang tidak memperhatikan kecukupan gizi dan kesehatannya. Dampak kekurangan gizi pada ibu hamil dan bayi menentukan masa depan anak. Keinginan dan harapan orang tua agar anak tumbuh menjadi anak sehat, tinggi dan cerdas dapat dicapai jika orang tua memperhatikan kecukupan gizi sejak anak dalam kandungan. Kecukupan gizi dan kesehatan ibu selama hamil akan berpengaruh terhadap berat badan bayi saat lahir. Bayi sehat akan mempunyai daya tahan tubuh yang kuat, tumbuh jadi anak yang cerdas dan tinggi sesuai usianya. Anak yang sehat akan berprestasi di sekolah dan mampu mencari pekerjaan yang layak ketika dewasa.tetapi jika orang tua tidak memperhatikan kecukupan gizi sejak anak masih dalam kandungan maka akan melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, bayi Mengalami gangguan pertumbuhan dan mudah sakit. Jika tidak diatasi dengan gizi yang baik, bayi akan tumbuh menjadi balita yabg memiliki daya tahan tubuh rendah(mudah sakit), berpotensi stunting (tinggi tidak sesuai usia)dan berkurang kecerdasannya., , saat masuk sekolah, kemampuan belajarnya terganggu, prestasi sekolahnya rendah, dan biasanya tidak mampu melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi. Dan saat mencapai usia dewasa, tidak mampu mencari pekerjaan yang layak sehingga penghasilan rendah. Dan ketika berkeluarga, tidak mampu memenuhi kebutuhan makanan bergizi dan layanan kesehatan bagi keluarganya. jadi mencegah stunting demi masa depan anak bangsa dengan memperhatikan kecukupan gizi bagi ibu hamil dan bayi.
Kejadian anak stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi pada ibu hamil. Ibu hamil disini sebenarnya tidak terlepas dari riwayat kehidupan sebelumnya saat menjadi remaja putri. Status gizi remaja putri atau pra nikah memiliki kontribusi besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan dan kelahiran, apabila remaja putri menjadi ibu. Pada saat janin dalam kandungan hingga usia dua tahun, terjadi pembentukan sel otak hingga 70%. Jika anak mengalami gangguan pertumbuhan, pembentukan sel otak menjadi terganggu. Akibatnya bisa berpengaruh terhadap penurunan intelegensia (IQ). Tidak berhenti disitu, stunting juga menyebabkan tumbuh kembang anak terhambat, penurunan fungsi kognitif anak, penurunan fungsi kekebalan tubuh bahkan saat dewasa mempunyai resiko terkena penyakit degeneratif seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi dan obesitas. Stunting berdampak tidak saja pada kondisi fisik yang pendek dimana secara estetika kurang menarik, tetapi juga pada kecerdasan, produktifitas dan prestasinya saat kelak dewasa. Inilah yang menjadikan dampak yang bahaya dan kompleks bagi masa depan anak bangsa.
Kementerian Kesehatan dengan dukungan Millennium Challenge AccountIndonesia (MCA-I), melalui Program Hibah Compact Millennium Challenge Corporation (MCC) melakukan Kampanye Gizi Nasional Program Kesehatan dan Gizi Berbasis Masyarakat (PKGBM). Salah satu intervensi dalam program PKGM adalah tentang perubahan prilaku masyarakat, yang dilakukan dalam program Kampanye Gizi Nasional (KGN). Program KGN di wilayah OKI dilakukan dengan pendekatan yang menyeluruh, seperti melakukan aktifasi posyandu-posyandu dan pemberian pengetahuan tentang gizi anak, mulai dari makanan apa saja yang boleh untuk bayi di atas enam bulan, bagaimana tekstur yang baik, berapa banyak yang harus diberikan, termasuk pengetahuan pentingnya ASI Eklusif. Banyaknya anak stunting akan memengaruhi kualitas generasi muda Indonesia di masa mendatang, maka dari itu orang tua wajib memperhatikan tumbuh kembang anak sebelum terlambat dan semua pihak yang terlibat dalam mencegah Stunting demi masa depan anak bangsa Indonesia.
Melihat dampak dari stunting yang begitu kompleks mengancam masa depan anak bangsa, maka tugas untuk “Cegah Stunting” tdak saja pemerintah tetapi juga kita. Kita yang mempunyai remaja putri hendaklah lebih peduli terhadap asupan makanan sehari-hari. Kelak remaja putri kita lah yang mencetak generasi anak bangsa. Anak usia 10 tahun dimana sudah tidak mampu “dipaksa” untuk makan makanan sehat dan bergizi dan telah mengenal “uang saku” cenderung kurang bijaksana dalam memilih makanan. Perlu disini peran orang tua mengontrol asupan makanan anak. Bagi yang tengah hamil, yuk ibu pantau kesehatan ibu hamil. Ibu hamil cenderung merasa bebas makan apapun dan tanpa kontrol dengan alasan makanan adalah untuk dua orang. Padahal ibu hamil tetap harus menjaga asupan nya. Makan makanan bergizi, mengkonsumsi tablet tambah darah dan tetap berolahraga sesuai dengan kondisinya. Ibu hamil yang asupan gizinya baik diharapkan akan menghasilkan anak bangsa yang cerdas dan sehat. Pemberian ASI adalah salah satu upaya memutus rantai stunting. ASI merupakan asupan yang berisi kandungan gizi yang lengkap. Pemberian ASI adalah hak ibu dan bayi, perlu dukungan suami, keluarga, masyarakat, fasilitas kesehatan, lingkungan kerja bahkan hingga pemerintah.
Gizi seimbang saat ini kurang pas bila berpatok pada 4 sehat 5 sempurna, karena seringkali kita salah memahami konsepnya. Pemahaman yang keliru yang menyebabkan tidak proporsionalnya asupan makanan, yaitu terlalu banyak gula dan karbohidrat, terlalu sedikit makanan berserat. Bukan itu saja, masih banyak dari kita yang mengabaikan pentingnya keseimbangan air dan olahraga. Pada sehari-hari seharusnya ada sekitar 50% piring kita berisi sayur dan buah, tapi di masyarakat itu belum menjadi kebiasaan. Ubah pola menu makan kita. Selain itu juga perlu didukung oleh sanitasi lingkungan, sanitasi air dan kebersihan. Tingkatkan pengetahuan dan wawasan keluarga tentang gizi. Percuma saja bila anak kita cuci tangan sebelum makan tetapi si ibu lupa tidak menutup makanan yang disediakan. Percuma bila dirumah dijaga kebersihannya tapi ternyata si anak membeli makanan diwarung dimana kandungan garam atau zat pewarnanya tinggi. Yuk, kita bersama-sama harus mulai sekarang peduli akan gizi tidak hanya pada keluarga kita saja, tetapi dengan sesama. Kita bersama cegah stunting demi masa depan anak bangsa “CEGAH STUNTING, INI PENTING”.
DAFTAR ACUAN
- Kementrian Kesehatan RI. 2016. Situasi Balita Pendek. Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI
- Sumber: promkes.kemkes.go.id
- Meva Nazera Dr.2020. Dalam situs https://www.alodokter.com/bayi-lahir-stunting-faktor-penyebab-dan-risiko
- https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2929/pandemi-covid-19-stunting-masih-menjadi-tantangan-besar-bangsa
- http://awalbros.com/anak/kenali-stunting-dan-cara-pencegahannya
- Dian Novita Chandra, M. https://www.ui.ac.id/pentingnya-asupan-gizi-untuk-pencegahan-stunting/
- Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI.2018 Buletin-Stunting-2018.pdf