Taliwang, – Keberhasilan pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) untuk menuntaskan semua pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) layak diberikan apresiasi, apalagi sudah sampai berhasil mendapatkan piagam dari Museum rekor dunia (MURI), termasuk penghargaan dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Saat ini kita sudah menyatakan tuntas melaksanakan 5 pilar STBM, jadi aktifitas yang menjadi indikator pilar STBM harus tetap dilaksanakan setiap hari, bahkan wajib untuk lebih ditingkatkan, sehingga Dinas Lingkungan Hidup (DLH) akan lebih sering memberikan himbauan tentang pilar STBM,” kata Drs Zainuddin, MM selaku sekretaris DLH KSB.
Zainuddin mengingatkan, upaya bersama untuk menuntaskan semua pilar STBM bukan pekerjaan gampang, karena ada perubahan prilaku masyarakat, jadi kesadaran masyarakat itu sendiri harus tetap dijaga dengan lebih intens memberikan himbauan. “Kami dari DLH mengajak semua aparatur untuk pemerintahan, untuk bisa bersama memberikan himbauan serta ajakan kepada masyarakat supaya tetap menjaga kebiasaan baik sampai mendapatkan predikat tuntas pilar STBM,” lanjutnya.
Masih keterangan Zainuddin, dalam mengawal secara serius atas pilar STBM, pihaknya memang membutuhkan anggaran yang tidak sedikit, terutama yang berkaitan dengan pengolahan sampah rumah tangga, agar nantinya tidak dijadikan masalah dan menghilangkan status tuntas pilar STBM. “Saat ini kami terus melakukan evaluasi untuk mendapatkan program yang tepat dalam pengolahan sampah,” ungkapnya.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait permasalahan air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan penduduk yang melakukan BAB numpang di tetangga sebesar 6,7 persen, menggunakan jamban tidak sehat 25 persen dan 17,7 persen BAB disembarang tempat.
Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia, perilaku masyarakat mencuci tangan dilakukan setelah buang air besar 12 persen, setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9 persen, sebelum makan 14 persen, sebelum memberi makan bayi 7 persen dan sebelum menyiapkan makanan 6 persen. Sementara perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukkan 99,20 persen telah merebus air untuk keperluan air minum, akan tetapi 47,50 persen dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.
Hasil studi WHO, intervensi melalui modifikasi lingkungan dapat menurunkan risiko penyakit diare sampai dengan 94 persen Modifikasi lingkungan tersebut mencakup penyediaan air bersih menurunkan risiko 25 persen pemanfaatan jamban menurunkan risiko 32 persen, pengolahan air minum tingkat rumah tangga menurunkan risiko sebesar 39 persen dan cuci tangan pakai sabun menurunkan risiko sebesar 45 persen. **