DI KABUPATEN SUMBAWA BARAT
Penulis: Nurdin, S. Pd
Mahasiswa Pascasarjana Magister Manajemen Inovasi
Universitas Teknologi Sumbawa NIM. 222015027/
Pengelola Barang Milik Daerah (BMD)
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Sumbawa Barat
Pembentukan daerah otonomi dengan harapan mewujudkan pemerintahan yang lebih baik tidak lepas dari permasalahan. Hal ini ditandai dengan semakin meningkatnya tuntutan transparasi dalam sistem pemerintah pada era reformasi saat ini. Pemerintah daerah diwajibkan menyusun laporan pertanggung jawaban yang menggunakan sistem akuntansi yang diatur oleh pemerintah pusat dalam bentuk undang-undang dan peraturan pemerintah yang bersifat mengikat seluruh pemerintah daerah.
Upaya mewujudkan pemerintah yang transparan dan akuntabel tersebut dibutuhkan adanya satu jaminan bahwa segala aktivitas dan transaksi terekam secara baik dengan ukuran−ukuran yang jelas dan dapat diikhtisarkan. Melalui proses akuntansi dalam bentuk laporan, sehingga bisa dilihat segala yang terjadi dan terdapat diruang entitas pemerintahan tersebut. Laporan tahunan (laporan keuangan) meskipun belum melaporkan akuntabilitas secara keseluruhan dari entitas pemerintahan, secara umum dipertimbangkan sebagai media utama akuntabilitas.
Permasalahan yang muncul dalam mewujudkan laporan keuangan pemerintah daerah yang berkualitas adalah masalah pengelolaan aset. Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang memberikan predikat opini penilaian wajar, tidak wajar maupun tidak memberi pendapat, lebih sering disebabkan masalah pengelolaan aset. Pada kasus tertentu, ada daerah yang mengalami penurunan opini dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) menjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), atau tidak memberi pendapat (disclaimer) yang disebabkan kekurangmampuan mewujudkan tata kelola aset pemerintah daerah secara baik. Lemahnya tata kelola aset pemerintah daerah ini disebabkan oleh berbagai faktor, baik internal maupun eksternal pemerintah daerah, antara lain terbatasnya kapasitas sumber daya manusia pengelola aset pemerintah daerah; terbatasnya sarana prasarana dan sistem pendukung pengelolaan aset pemerintah daerah. Ketidakjelasan administrasi aset akibat data pencatatan yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya, berakibat tidak diketahui dan sulitnya menelusuri sumber kepemilikan aset; regulasi yang belum mampu menjawab permasalahan lokal di lapangan seperti legalitas kepemilikan tanah dan masalah lainnya.
Penatausahaan Barang Milik Daerah
Dalam modul Akuntansi Pemerintahan mendefinisikan penatausahaan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pengelolaan keuangan daerah, baik menurut Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 maupun berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016 tentang Juknis Pengelolaan Barang Milik Daerah, Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah. Tujuan utama dari penatausahaan barang milik daerah adalah memberikan kebenaran data yang diperoleh dan mengetahui kepastian nilai, hukum, jumlah, serta kondisi barang milik daerah yang berada dalam penguasaannya. Peran pengguna barang milik daerah seharusnya mampu melakukan pencatatan, pendataan serta mampu membuat laporan barang milik daerah di lingkup SKPD melalui pengurus barang yang ada.
Penatausahaan untuk setiap barang milik daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya, dilakukan oleh setiap kepala SKPD. Setiap kepala SKPD (melalui penyimpan/pengurus barang) wajib melakukan penatausahaan BMD yang ada pada pengguna masing-masing. Yang dimaksud dengan penatausahaan dalam Permendagri Nomor 19 tahun 2016 adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi dan pelaporan barang milik daerah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam penatausahaan barang milik daerah dilakukan 3 (tiga) kegiatan yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan.
Barang Milik Daerah
Barang Milik Daerah berdasarkan UU Nomor 1 tahun 2004 adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Selanjutnya pengertian Barang Milik Daerah (BMD) berdasarkan PP nomor 6 tahun 2006, adalah sebagai berikut:
- Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.
- Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak.
- Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang.
- Barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan demikian pengertian BMD sebagaimana disebut dalam Permendagri Nomor 19 tahun 2016 adalah menyangkut semua kekayaan daerah baik itu diperoleh atau dibeli atas beban APBD maupun yang berasal dari perolehan lainnya yang sah baik itu barang bergerak maupun tidak bergerak beserta bagian-bagiannya atupun merupakan suatu kesatuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur secara akurat.
Pelaksanaan Pengelolaan Barang Milik Daerah
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016. Sebagai petugas dalam pengelolaan barang milik daerah. Peraturan tersebut menjadi dasar pertanggungjawaban pengurus dalam melakukan penatausahaan dimana dengan peraturan tersebut pengurus Barang Milik Daerah dapat bertindak secara benar sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Pelaksanaan inventarisasi dibagi dalam dua kegiatan yakni:
- Pelaksanaan pencatatan;
- Pelaksanaan pelaporan.
- Dalam pencatatan dimaksud dipergunakan buku dan kartu sebagai berikut:
- Kartu Inventaris Barang (KIB A, B, C, D, E dan F);
- KartuInventaris Ruangan;
- Buku Inventaris;
- Buku Induk Inventaris.
- Dalam pelaksanaan pelaporan dipergunakan daftar yaitu :
- Buku Inventaris dan Rekap;
- Daftar Mutasi Barang dan Rekap.
Pembukuan
Pembukuan adalah kegiatan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Daerah ke dalam daftar barang yang ada pada Pengguna Barang dan Pengelola Barang. Maksud pembukuan adalah agar semua Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan yang berada dalam pengelolaan Pengelola Barang tercatat dengan baik. Pengguna/Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pendaftaran dan pencatatan barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP). Daftar Barang Pengguna (DBP)/Daftar Barang Kuasa Pengguna (DBKP) daftar yang memuat data barang yang dimilki oleh masing-masing Pengguna/Kuasa Pengguna. Pengguna/kuasa pengguna barang dalam melakukan pendaftaran dan pencatatan sesuai dengan Kartu Inventaris Barang (KIB), Permendagri Nomor 19 tahun 2016. Pembantu pengelola melakukan koordinasi dalam pencatatan dan pendaftaran barang milik daerah ke dalam Daftar Barang Milik Daerah (DBMD).
Inventarisasi
Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 152 tahun 2004 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Daerah menyatakan inventarisasi adalah kegiatan atau tindakan untuk melakukan perhitungan, pengurusan, penyelenggaraan, pengaturan, pencatatan data dan pelaporan barang dalam pemakaian. Melalui kegiatan inventarisasi disusun Buku Inventaris yang menunjukkan semua kekayaan daerah yang bersifat kebendaan, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Buku inventaris tersebut memuat data yang meliputi nomor, spesifikasi barang, bahan, asal/ cara perolehan barang, ukuran barang/ konstruksi, satuan, keadaan barang, jumlah barang dan harga, keterangan.
Pelaporan
Pelaporan dilaksanakan oleh kuasa pengguna yaitu disetiap Kepala SKPD melalui DPPKAD selaku pengelola kepada Bupati. Laporan tersebut meliputi laporan barang semesteran dan tahunan, laporan pengadaan barang, rencana kebutuhan barang milik daerah (RKBMD), rencana kebutuhan persediaan Barang Milik Daerah (RKPBMD), dan persediaan pakai habis.
Dalam Permendagri No. 19 tahun 2016 disebutkan bahwa pelaporan barang milik daerah yang dilakukan kuasa pengguna barang disampaikan setiap semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan kepada pengguna. Yang dimaksud dengan pelaporan adalah peroses penyusunan laporan barang setiap semester dan setiap tahun setelah dilakukan inventarisasi dan pencatatan. Pengguna menyampaikan laporan pengguna barang semesteran, tahunan, dan 5 (lima) tahunan kepada Kepala Daerah melalui pengelola. Sementara Pembantu Pengelola menghimpun seluruh laporan pengguna barang semesteran, tahunan dan 5 (lima) tahunan dari masing-masing SKPD, jumlah maupun nilai serta dibuat rekapitulasinnya. Rekapitulasi tersebut digunakan sebagai bahan penyusunan neraca daerah.
Hasil sensus barang daerah dari masing-masing pengguna/kuasa pengguna, direkap ke dalam buku inventaris dan disampaikan kepada pengelola, selanjutnya pembantu pengelola merekap buku inventaris tersebu menjadi buku induk inventaris. Buku induk inventaris merupakan saldo awal pada daftar mutasi barang tahun berikutnya, selanjutnya untuk tahun-tahun berikutnya pengguna/kuasa pengguna dan pengelola hanya membuat Daftar Mutasi Barang (bertambah dan/atau berkurang) dalam bentuk rekapitulasi barang milik daerah. Mutasi barang bertambah dan atau berkurang pada masing-masing SKPD setiap semester, dicatat secara tertib pada: (1).Laporan Mutasi Barang; dan, (2). Daftar Mutasi Barang.
Sistem Informasi Barang Milik Daerah
Adapun barang milik daerah (BMD) yang berada pada pos aset lainnya adalah aset tak berwujud dan aset lain-lain. Aset tak berwujud meliputi software komputer, lisensi dan franchise, hak cipta (copyright), paten, dan hak lainnya, dan hasil kajian/penelitian yang memberikan manfaat jangka panjang. Selanjutnya, pos aset lain-lain digunakan untuk mencatat barang milik daerah (BMD) berupa aset lainnya yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam aset tak berwujud, seperti aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif pemerintah. Sesuai dengan pasal 30 Permendagri 19 tahun 2016, bahwa untuk untuk memudahkan pendaftaran dan pencatatan serta pelaporan barang milik daerah secara akurat dan cepat, pemerintah daerah dapat menggunakan aplikasi SIMDA. SIMBADA merupakan sebuah aplikasi manajemen barang atau aset daerah integratif yang dibuat untuk membantu staf Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merencanakan, menatausahakan, menginvetarisasi, dan membuat laporan terkait dengan barang atau aset daerah. SIMDA disusun dengan berpedoman pada Permendagri No. 19 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah.
Untuk keperluan pelaporan daftar aktiva, SIMDA juga mengadopsi Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang telah direvisi dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa SIMDA telah memenuhi kebutuhan Pemda dalam hal penatausahaan barang daerah secara integratif. Dengan dua pedoman tersebut, SIMDA harus didesain dengan mempertimbangkan urutan proses manajemen barang daerah yang terdiri dari perencanaan kebutuhan barang, pengadaan barang, penyimpanan barang, inventarisasi barang, pemeliharaan barang dan pelaporan barang. Untukmemenuhi seluruh kebutuhan ini, SIMDA dibuat harus dengan menampilkan menu-menu pokok yang terdiri dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, inventarisasi, pemeliharaan, pemanfaatan, pelaporan, import dan pengaturan. Penatausahaan barang milik daerah (BMD).
Sensus Barang Milik Daerah
Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) menyebutkan bahwa Pengelola dan Pengguna melaksanakan sensus Barang Milik Daerah setiap 5 (lima) tahun sekali untuk menyusun Buku Inventaris dan Buku Induk Inventaris beserta rekapitulasi Barang Milik Pemerintah Daerah. Dengan demikian kegiatan penatausahaan Penatausahaan Barang Milik Daerah tidak hanya terdiri dari pembukuan, inventarisasi dan pelaporan saja tetapi termasuk kegiatan sensus barang milik daerah yang merupakan kegiatan inventarisasi yang dilaksanakan tiap 5 (lima) tahun sekali. Selanjutnya, lampiran Permendagri No. 19 tahun 2016 banyak menyebutkan sensus barang daerah, di antaranya pada penatausahaan dan yang penting ada pada bab pelaporan. Penyusunan dan penyampaian laporan inventarisasi 5 (lima) tahunan (sensus) yang berada dalam penguasaan Pengguna menjadi tanggungjawab Pengguna dan dilaporkan kepada kepada Pengelola Barang. Proses pelaporan penyusunan hasil sensus dimulai dari masing-masing Buku Inventraris Pengguna yang secara serentak pada waktu tertentu di rekap ke dalam Buku Induk Inventaris oleh Pembantu Pengelola dan disampaikan kepada Pengelola.