Taliwang, – Malikurrahman, SH selaku ketua Dewan Pimpinan Cabang Serikat Buruh Sejahterah Indonesia (DPC SBSI) yang berada di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), mendesak Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk menegur atau memberhentikan kepala UPT balai Pengawas Pulau Sumbawa, lantaran dinilai arogan dan tidak menunjukkan sikap professional terhadap serikat pekerja.
Dasar pihak DPC SBSI KSB mengajukan sikap tersebut lantaran kepala balai pengawas dalam melaksanakan tugas pengawasan selalu berlarut larut, bahkan menunggu waktu mencapai setahun dalam menyelesaikan persoalan, sehingga pihak buruh yang menjadi pekerjaan sangat dirugikan. “Seharusnya UPT balai Pengawas Pulau Sumbawa menunjukkan diri sebagai simbol Negara dalam ketenagakerjaan,” timpal Iken sapaan akrabnya.
Indikasi lain yang membuat pihaknya sangat keberatan terkait nota pemeriksaan, dimana hasil pemeriksaan tidak pernah diberikan kepada pelapor, dengan dalih bahwa nota pemeriksaan itu adalah informasi yang dikecualikan berdasarkan UU KIP. Pandangan ini tentu sangat keliru, karena UU KIP tidak bisa diterapkan dalam konteks laporan khusus. Jadi semestinya pengawas naker paham bahwa ada prinsip keadilan dan kesetaraan yang harus diberikan kepada para pihak. “Nota pemeriksaan hanya diserahkan kepada terlapor atau perusahaan, sementara pihak pelapor tidak mendapatkan salinan tersebut jadi sikap tersebut tidak adil dan melanggar ketentuan,” lanjutnya.
Iken juga menuding bahwa kepala UPT balai Pengawas Pulau Sumbawa ada upaya mengalahkan pelapor (buruh, red), dimana surat resmi yang merupakan jawaban atas perkembangan kasus hanya diberikan dalam bentuk copian atau bukan yang asli. “Kami hanya disampaikan melalui email, tetapi saat ditanya surat dimaksud justru terlihat menghindar. Belum lagi untuk prosesnya membutuhkan waktu panjang,” sesalnya, sambil menambahkan kepala UPT balai Pengawas Pulau Sumbawa tidak pernah tegas dalam bertindak.
Lebih lanjut Iken mengingatkan, dunia ketenagakerjaan adalah dunia investasi yang harus sangat hati-hati, jadi pemerintah dengan instrument yang ada tidak bisa beralasan pentingnya perusahaan untuk investasi tetapi mengabaikan prinsip keadilan, terutama kepada kaum buruh. Hal itu sendiri sebagai upaya untuk menjaga munculnya kebijakan perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dengan alasan keberlangsungan investasi.
Masih keterangan Iken, sikap tegas yang dilakukan pihaknya justru sebagai upaya untuk menjaga investasi tersebut, tetapi harus sesuai mekanisme dan serikat pekerja harus dilihat sebagai mitra, bukan sebaliknya. Posisi inilah penting pengawas ketenagakerjaan, “Tidak sedikit perusahaan yang bergerak pada dunia tambang melanggar Undang-undang (UU) ketenagakerjaan dalam memuluskan kebijakannya tentang tenaga kerja. **