Taliwang, – Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) mengajak komponen masyarakat yang menjadi pelaku usaha, agar memiliki keinginan untuk membangun industri rokok, mengingat bahan baku tembakau tidak sulit untuk didapat, baik yang diproduksi petani lokal maupun pasokan dari luar daerah.
Ajakan pemerintah KSB itu disampaikan Mars Anugrainsyah, Msi selaku kabid ekonomi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang), lantaran mengetahui bahwa tembakau produksi petani lokal atau yang lebih dikenal tembakau rajangan cukup banyak beredar di tengah masyarakat, termasuk tembakau hasil produksi petani luar daerah. “Semoga ada yang membaca sebagai peluang usaha dengan membangun industri rokok,” katanya.
Masih keterangan Ren sapaannya, Industri rokok yang diharapkan bisa dibangun itu tidak harus seperti perusahaan rokok modern, tetapi bisa diawali dengan industri lintingan, sehingga bisa menjadi peluang usaha yang mampu menyerap tenaga kerja. “Kami berharap ada industri rokok yang bisa menyerap tembakau rajangan produksi petani lokal,” tegasnya sambil mengingatkan bahwa hasil produksi Industri dimaksud harus disertai lekatan pita cukai, jadi ada langkah yang dilakukan pemerintah KSB dalam meminimalisir kebocoran pendapatan negara dari tembakau.
Diingatkan juga bahwa membangun industri rokok akan memberikan keuntungan besar bagi pengusahanya, mengingat pencinta rokok yang akan menjadi calon konsumen di KSB tidak sedikit dan pastinya akan memacu geliatnya ekonomi hingga pemberdayaan petani tembakau. “Pemerintah juga akan mendapatkan keuntungan dari indutri tersebut, dimana dengan sendirinya mendukung penerimaan negara, menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sebagai informasi, Industri Hasil Tembakau (IHT) merupakan sektor industri yang memberikan sumbangsih cukup besar terhadap penerimaan negara. Nah, Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) merupakan daerah penghasil tembakau. Tak salah, jika bumi penghasil emas dan tembaga itu mengolah potensi lainnya dengan mendorong terbangunnya industri rokok. “Namun khusus untuk DBH cukai, pemerintah mempunyai aturan tersendiri yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai,” ungkapnya.
Di singgung soal penerimaan KSB terhadap Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT), pria yang akrabnya di sapa Ren itu mengatakan, bahwa KSB dari 10 kabupaten/kota di NTB berada pada posisi kedua terendah penerimaan meskipun dari tahun ke tahun sedikit mengalami kenaikan. Dari angka Rp 2,1 milyar, 2,4 milyar hingga 2019 ini mencapai 3,1 milyar.
Untuk di ketahui, perlakukan DBH-CHT di Indonesia berbeda dengan dana bagi hasil (DBH) lain, seperti: pajak bumi dan bangunan (PBB), bea perolehan hak tanah dan bangunan (BPHTB), pajak penghasilan (PPh), serta DBH dari sumber daya alam kehutanan, tambang, perikanan, minyak bumi dan lain-lain yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang kemudian praktek pelaksanaan disebut dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK). **