Taliwang, – Pembukaan lahan transmigrasi tahun 2020 di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), yang direncanakan pada lahan SP3 Desa Talonang Baru kecamatan Sekongkang dipastikan gagal, lantaran pemerintah pusat masih meminta untuk dilakukan revisi terhadap Rencana Tekhnis Satuan Pemukiman (RTSP), termasuk Detail Engineering Design (DED).
Ir H Muslimin HMY M.Si selaku kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) yang ditemui media ini dalam ruang kerjanya menyampaikan, RTSP yang dijadikan pijakan terkait rencana penempatan pemukiman transmigrasi edisi tahun 2010, sehingga pemerintah pusat merasa sudah cukup jauh tenggat waktunya, jadi harus dilakukan revisi dan analisa ulang, sementara DED diterbitkan tahun 2018. “Revisi dan analisa RTSP membutuhkan waktu,” akunya.
Diakui H Muslimin bahwa pasca presentasi terkait rencana penempatan pada pemukiman transmigrasi beberapa waktu lalu dan mendapatkan informasi untuk melakukan revisi terhadap RTSP, pihaknya langsung bergerak cepat, namun pemerintah pusat justru meminta agar program dilaksanakan tahun 2021. “Kemungkinan pembukaan lahan transmigrasi yang murni pembiayaan dari pemerintah pusat akan terealisasi tahun 2021 mendatang,” lanjutnya.
Disampaikan H Muslimin, penundaan pelaksanaan program pembukaan lahan transmigrasi akan dimanfaatkan sebagai upaya mendapatkan kouta lebih banyak, dimana dalam perencanaan akan dibangun rumah dalam kawasan transmigrasi sebanyak 100 unit, jadi pada tahun 2021 akan diusulkan berjumlah 150 unit. Alasannya, luas lahan yang akan dicanangkan 572 hektar. “Penundaan terjadi lantaran ada ketakutan bahwa lahan yang disiapkan itu sudah dikuasai orang, jadi evaluasi langsung harus dilakukan sebelum ditetapkan,” ungkapnya lagi.
Penundaan penetapan kawasan transmigrasi itu sendiri akan dimanfaatkan bagi Disnakertrans untuk melakukan evaluasi terhadap RTSP, meskipun revisi awal sudah dilakukan. “Sebenarnya RTSP sudah dilakukan revisi pasca presentasi dihadapan jajaran kementerian beberapa waktu lalu, namun revisi itu sendiri diyakini tidak maksimal, jadi tahun 2020 akan dimanfaatkan sebagai momentum revisi RTSP,” tuturnya.
Dikesempatan itu H Muslimin mengaku jika pihaknya terus melakukan upaya terkait persentase orang yang akan ditempatkan pada kawasan transmigrasi, dimana dalam setiap pertemuan selalu mengusulkan agar 75 persen adalah warga lokal, namun hal itu selalu ditolak pemerintah pusat dan mengingatkan tetap pada regulasinya, dimana 60 persen warga lokal dan 40 persen adalah non lokal.
Diakhir keterangannya, H Muslimin meminta kepada masyarakat yang berkeinginan untuk ikut program transmigrasi, agar tidak menyampaikan dokumen sampai waktu pembukaan kawasan transmigrasi. “Sampai tahun 2020 jangan menyerahkan dokumen atau berkas sebagai calon transmigran, karena tidak ada program pembukaan kawasan,” timpalnya. **