Taliwang, – Program penurunan Non Revenue Water (NRW) untuk wilayah provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) yang merupakan agenda kegiatan dari Badan Penyelenggara Pengelola System Penyediaan Air Minum (BPPSPAM) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) menetapkan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) menjadi Pilot Project.
Program penurunan NRW atau kondisi dimana banyak air PDAM yang hilang akibat berbagai faktor, akan dilaksanakan secara maksimal untuk penanganannya, sehingga dukungan dari program Kemen PUPR ini akan mengurai berbagai persoalan dalam lingkup PDAM KSB. “Kebocoran air milik PDAM KSB memang cukup tinggi. Hal itu disebabkan oleh bencana alam, laju pembangunan yang cukup pesat, khususnya dalam hal pembangunan infrastruktur jalan dan drainase,” kata Bambang ST selaku direktur PDAM KSB kegiatan Workshop penurunan NRW yang dilaksanakan pada Kamis 9/11 kemarin.
Diakui Bambang, jika pihaknya Kami terus melakukan upaya untuk mengurangi tingkat kehilangan air, termasuk membenahi sistem administrasi dan membentuk tim tekhnis penanggulangan kehilangan air. “Memang dalam mengurai persoalan itu, kami menghadapi beberapa kendala, terutama pembiayaan itu sendiri, karena sampai saat ini masih menerapkan tarif yang masih rendah,” lanjutnya.
Meskipun tidak sedikit kendala yang dihadapi, Bambang tetap merasa optimis bahwa semua persoalan itu dapat diselesaikan, apalagi kalau mendapat dukungan besar dari pihak BPPSPAM, baik untuk membantu melakukan supervisi, evaluasi sekaligus untuk memberi masukan dalam rangka perbaikan kinerja serta peningkatan kualitas SDM PDAM. “Prinsnya, kendala bukan pengahalang untuk mensejajarkan diri dengan PDAM di daerah lain,” timpalnya.
Sementara Bambang Hersunoko selaku Konsultan BPPSPAM mengingatkan, jika hasil perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan dan Perusahaan (BPKP), terjadi kehilangan air PDAM KSB di Tahun 2016 mencapai 41,55 persen. Kondisi itu, menurutnya, menjadi salah satu penyebab PDAM rugi yang berujung pada penurunan kinerja PDAM, sehingga berada dibawah level sehat. “Jjika dikonversi dalam bentuk uang, maka kerugian itu mencapai Rp 5 miliyar dan lebih tinggi dari nilai kerugian di tahun 2015 yang mencapai Rp 4,1 miliyar,” bebernya.
Hasil kajian konsultan, faktor penyebab kebocoran itu adalah faktor fisik, dimana paling dominan disebabkan pipa bocor dan fasilitas yang tidak bekerja maksimal. “Jika cepat ditanggulangi (perbaikan) maka faktor ini tidak kan berpengaruh signifikan terhdap timbulnya kerugian,” jelasnya.
Faktor kedua adalah faktor komersial yang berkaitan erat dengan masalah administrasi, mulai dari pembacaan meter yang masih manual, kesalahan input data pemakaian dan konsumsi tidak resmi (pencurian air). “Paling tinggi potensi kehilangan air justeru dari faktor ini. Karena itunkami merekomendasikan agar PDAM.mengutamakan mengatasi faktor komersial,” jelasnya.
Konsultan BPPSPAM juga merekomendasikan PDAM untuk mengusulkan pemutihan aset yangbsudah tidak memiliki nilai ekonomis kepada pemerintah daerah, karena berdampak pada tingginya beban penyusutan tiap tahun. Jika diputihkan maka hasil perhitungan nilai kerugian bisa turun. “Hal ini akan otomatis merubah catatan rugi laba. Mengingat potensi penambahan pendapatan PDAM tahun 2017 juga cukup bagus. Potensi itu dari MBR dan dari pelanggan yang pada 2016 berjumlah 10.533 lalu naik menjadi 12 ribu lebih pelanggan di 2017,” tandasnya. **