Taliwang, – Laporan adanya 2 ekor sapi milik warga di kecamatan Brang Rea yang mati mendadak setelah mengkonsumsi air dalam saluran irigasi, telah diterima pihak Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan ditindaklanjuti dengan pengambilan sampel air untuk dilakukan pengujian di laboraturium kesehatan dan lingkungan milik Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).
“Kami sudah mengambil sampel air irigasi dimaksud, agar bisa dipastikan, apakah air dalam saluran irigasi itu yang menjadi penyebab matinya 2 ekor sapi tersebut, jadi saat ini belum bisa diberikan keterangan secara rinci, apalagi kasus itu sendiri tengah ditangani pihak Polres Kabupaten Sumbawa Barat (KSB),” kata Drs H Hamzah selaku kepala DLH KSB.
Masih keterangan H Hamzah, untuk mendapatkan data atau hasil pengujian laboraturium, pihak DLH KSB harus menunggu sampai 2 pekan kedepan, sehingga belum boleh memberikan keterangan atas dugaan pencemaran tersebut. “Selama kami belum mengantongi hasil uji laboraturium, maka belum bisa memberikan pernyataan bahwa air dalam saluran irigasi itu telah tercemar,” lanjutnya, saat didampingi Trisman ST, MP, salah seorang kasi di DLH KSB yang membidangi urusan pencamaran lingkungan.
H Hamzah sendiri tidak membantah, jika sangat kuat dugaan bahwa air yang dikonsumsi sapi itu telah tercemar limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3). Hal itu terlihat dengan pengujian manual yang dilakukan dilokasi, dimana ada aktifitas tong yang menggunakan zat kimia berbahaya. “Kami melihat lubang pembuangan air hasil pengolahan dengan tong sangat dekat dengan irigasi, sehingga bisa jadi air dalam lubang pembuangan itu meluap dan masuk dalam saluran irigasi,” tandasnya.
Dugaan meluap air dari lubang pembuangan yang menjadi penyebab pencemaran cukup kuat, mengingat saat ini curah hujan sangat tinggi, sehingga lubang pembuangan yang berukuran kecil itu tidak akan bisa menambung debit air. “Kita semua tahu bahwa air yang tertahan dalam lubang pembuangan mengandung zat kimia berbahaya, jadi kalau terjadi limpasan atau meluap ke jalur irigasi, maka air dalam irigasi itu pasti langsung tercamar,” katanya.
Jika hasil pengujian laboraturium memastikan air dalam irigasi itu tercemar, maka DLH akan menjadikannya sebagai bahan untuk memberikan teguran kepada pemilik tong, agar aktifitas yang dilakukan tidak sampai merusak lingkungan, apalagi sampai menyebabkan pencemaran air, mengingat air dalam irigasi itu akan dipergunakan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air persawahan dan untuk dikonsumsi ternak.
Dikesempatan itu H Hamzah juga membeberkan, jika DLH KSB sudah pernah melakukan pengujian terhadap air yang berada di sungai. Hasil dari pengujian itu sendiri, jika belum terjadi pencemaran atau air masih dibawah ambang batasnya. “Kalau air sungai kami sudah lakukan pengujian dan hasilnya belum ada pencemaran dan semoga kondisi air sungai tetap terjaga,” harapnya.
Diakhir keterangannya, H Hamzah berpesan kepada semua pelaku aktifitas penambangan, baik yang menggunakan gelondong maupun tong, agar selalu menjaga lingkungan dengan memperhatikan lubang pembuangan hasil pengolahannya. **