Taliwang, – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki misi Asri dan Lestari. Hal ini merupakan wujud nyata kami untuk lebih peduli terhadap lingkungan,” tegas Wakil Gubernur NTB Ibu Hj. Rohmi Djalilah pada saat menjelaskan roadmap NTB menuju bebas emisi tahun 2050 beberapa waktu lalu. Pernyataan tersebut selaras dengan aspirasi warga NTB yang menginginkan NTB menjadi pelopor dalam pengurangan emisi di Indonesia.
Harapan akan bebas emisi sebenarnya bukan hanya milik warga NTB saja. Seluruh dunia mengharapkan bebas emisi. Karena bebas emisi adalah salah satu solusi ancaman krisis yang dapat terjadi akibat perubahan iklim (Climate Change). Negara-negara dunia pun menyepakati komitmen bersama Perjanjian Paris pada 12 Desember 2015, untuk melakukan langkah adaptasi dan mitigasi untuk mengatasi pemanasan global.
Dari perjanjian tersebut salah satunya tercantum adanya Hari Pengurangan Emisi CO2 Internasional yang ditetapkan pada 28 Januari lalu. Peringatan berskala global ini dimaksudkan untuk mempromosikan pengembangan serta penerapan langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan, dengan tujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Indonesia memiliki target besar pengurangan emisi karbon nasional yang telah disepakati dalam Perjanjian Paris di tahun 2015, yaitu Indonesia akan mengurangi emisi gas-gas rumah kaca sebesar 29% secara mandiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030 mendatang. Tidak hanya itu, Indonesia telah meningkatkan target tersebut dengan istilah Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) menjadi 32% atau setara dengan 912 juta ton CO2 pada tahun 2030.
Indonesia juga berupaya mencapai Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 dengan berbagai program di antaranya Konversi BBM menjadi Liquefied Natural Gas (LNG), penggunaan kompor listrik, pemanfaatan biofuel untuk menggantikan BBM dan mengakselerasi instalasi rooftop solar panel. Selain itu pemerintah juga membuat program konversi kendaraan bermotor menjadi listrik yang selain ramah lingkungan juga memberikan manfaat kepada pelaku usaha kecil dan menengah karena menggerakkan roda perekonomian dan memberikan efek berkelanjutan.
Harapan agar provinsi Nusa tenggara Barat (NTB) menjadi pelopor pengurangan emisi bukanlah angan-angan belaka. NTB telah ditunjuk oleh pemerintah pusat untuk menjadi wilayah Pilot Project Green Energy Nasional. Selain memiliki berbagai potensi green energy, NTB juga menjadi wilayah kajian Pendalaman Materi Kajian Jangka Panjang “Implementasi Green Economy Dalam Rangka Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional” yang dipilih tim Pengkaji Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhannas RI).
Terlebih lagi sebagaimana dinyatakan Wakil Gubernur NTB, Provinsi ini telah memiliki roadmap bebas emisi 2050. Roadmap ini bahkan lebih cepat 10 tahun dibanding target nasional yang baru bebas emisi pada 2060.
Alangkah lebih baik lagi jika upaya pemerintah NTB didukung semua pihak termasuk halnya sektor swasta. Upaya inilah yang dilakukan oleh berbagai perusahaan dengan wilayah operasional di NTB, di mana salah satunya adalah PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMMAN).
AMMAN merupakan sebuah perusahaan tambang tembaga dan emas Indonesia yang mengoperasikan tambang Batu Hijau di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB), Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Dalam pernyataan publiknya, AMMAN selalu mengedepankan upaya penerapan kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice), sehingga dapat selalu meningkatkan produktivitas dan efisiensi serta bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Hal ini terbukti dari pencapaian AMMAN dalam hal pengelolaan lingkungan serta operasional dengan diperolehnya 3 penghargaan dalam ajang Penerapan Kaidah Teknik Pertambangan yang Baik/Good Mining Practices (GMP) Award 2022, sebagai rangkaian dalam Hari Jadi Pertambangan dan Energi ke-77, yang diadakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia.
Upaya pemerintah dalam mengurangi emisi juga didukung oleh AMMAN melalui berbagai program. Contohnya yaitu pada Juni 2022 lalu, AMMAN telah mengoperasikan fasilitas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Solar PV) kapasitas 28.6-Megawatt peak. Pembangkit listrik ini merupakan fasilitas ground-mounted Solar PV terbesar di Indonesia hingga saat ini, yang digunakan untuk operasional pertambangan. Inisiatif ini diharapkan dapat berkontribusi dalam pengurangan emisi CO2 hingga 40.000 ton/tahun.
Perusahaan juga menandatangani perjanjian untuk pengerjaan Pembangkit Listrik Tenaga Siklus Gabungan Batu Hijau-1 (Proyek BHCCPP-1), dengan kapasitas 450 MW (gross). Hal ini kembali menegaskan komitmen AMMAN dalam menjalankan operasi secara berkelanjutan dengan penggunaan sumber energi gas yang ramah lingkungan. Di samping itu, melalui inisiatif ini, AMMAN akan menjadi salah satu perusahaan pertama di kawasan NTB yang akan beralih ke gas, sebagai sumber energi yang lebih bersih dengan emisi karbon rendah.
Dukungan pengurangan emisi juga dilakukan dengan berbagai program reklamasi (concurrent reclamation), di mana program reklamasi dilakukan bersamaan operasional penambangan. Hingga saat ini, AMMAN telah melakukan reklamasi dengan cakupan area mencapai 768 hektar pada semester pertama tahun 2022. Selain itu, program Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS) melalui penanaman mangrove, etnobotani, Perlindungan Mata Air (Permata), serta penanaman hutan pantai juga terus dilakukan. Hingga kini, sebanyak lebih dari 2,3 juta pohon telah ditanam melalui berbagai program tersebut. Program reklamasi perusahaan serta Rehab DAS ini diperkirakan membantu penurunan emisi CO2 dengan perkiraan lebih dari 40.000 ton CO2 (reklamasi) serta lebih dari 70.000 ton CO2 (Rehab DAS).
Upaya untuk mewujudkan NTB yang asri dan lestari sejatinya membutuhkan kerja sama berbagai pihak, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga pihak swasta. Kolaborasi yang didasarkan pada tujuan yang sama ini diharapkan dapat menciptakan hasil yang lebih optimal. Semoga asri dan lestari dari NTB bisa ditularkan ke seluruh negeri dan semakin banyak orang yang bisa menikmati langit biru Indonesia. **