Taliwang, – Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) baru bisa meminta keterangan 2 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang diduga terlibat politik praktis atau melanggar aturan tentang netralitas, sementara 2 orang lagi masih mangkir atau tidak hadir untuk memberikan keterangan dihadapan komisioner, sehingga akan kembali dilayangkan panggilan.
“Kami akan melayangkan panggilan kedua kepada MR, salah seorang Kabag dalam lingkup Setda KSB, serta MLN yang diketahui adalah PNS yang juga istri pejabat tertinggi birokrasi KSB. Jika tetap mangkir akan kembali melayangkan panggilan ketiga,” tegas Herman Jayadi S.Ap, salah seorang komisioner Panwaslu KSB.
Masih keterangan Herman Jayadi, jika pada panggilan ketiga masih juga mangkir, maka persoalan itu akan dilimpahkan kepada Badan Pengawas Pemilu Nusa Tenggara Barat (Bawaslu-NTB). “Prosesnya tidak berhenti lantaran mangkir dari panggilan, justru proses akan semakin repot bagi ASN itu sendiri,” ancamnya.
Diingatkan Herman Jayadi, panggilan yang dilakukan Panwaslu KSB masih seputar klarifikasi atas dugaan keterlibatan politik praktis, jadi belum menjadi kasus yang nanti sampai pada proses hukum. “Kalau tetap tidak hadir akan memperkuat dugaan bahwa ASN bersangkutan memang terlibat politik praktis, jadi diminta untuk datang memenuhi panggilan dan memberikan klarifikasi,” pintanya.
Terkait dengan pemeriksaan terhadap ASC pejabat lingkup Dikes dan SPN yang diketahui seorang guru, Herman Jayadi belum bisa memberikan keterangan secara rinci, karena seluruh hasil pemeriksaan itu akan dijadikan bahan dalam rapat pleno internal Panwaslu. “Ini baru sebatas klarifikasi, jadi belum menjadi keputusan bagi Panwaslu KSB,” terangnya.
Jika hasil pleno Panwaslu menetapkan para ASN itu bersalah, maka akan kembali dipanggil untuk dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan diproses sesuai regulasiya. “Tahapan yang kami lakukan sesuai perintah Undang-undang (UU) nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua atas UU nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-undang. Dikatakan didalam pasal 65 bahwa Kampanye itu meliputi pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, debat publik terbuka antar pasangan calon, penyebaran bahan kampanye kepada umum, Pemasangan alat peraga, iklan media massa cetak dan media massa elektronik serta kegiatan yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal itu juga diperkuat pasal 70 bahwa didalam kampanye pasangan Bakal calon atau pasangan calon dilarang melibakan pejabat BUMN/BUMD Aparatur Sipil Negara/PNS, Anggota POLRI dan TNI Kepala Desa atau sebutan lain, Lurah dan Perangkat Desa atau sebutan lain/Perangkat Kelurahan. Merujuk juga kepada Surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor B/71/M.SM.00.00/2017 bahwa pelaksanaan Netralitas bagi ASN pada Penyelenggara Pilkada serentak tahun 2018, Pemilihan Legislatif tahun 2019, dan Pemilihan Presiden dan wakil Presiden Tahun 2019.
Diakhir keterangannya Herman Jayadi berharap tidak ada lagi ASN yang dipanggil dengan dugaan terlibat politik praktis. **